Merayakan Kebaikan Tuan Sepur (2) : Pangandaran- Banjar -Bandung

 

Promo tiket kereta api di awal Januari 2019, membuat keluarga kecil kami mendadak pergi ke Pangandaran.

Cerita sebelumnya (bagian 1) klik di sini ya!

 

Di Pangandaran

Sampai di Pangandaran, sekitar jam 17.45. Pemuda yang tadi memberi saya tempat duduk di bis, menanyakan kami hendak ke mana. Mengobrol dengan suami, dia lalu memberi tahu, kalau tidak naik becak, ya ojeg. Harganya sekian. Kalau ojeg, berarti harus pakai dua motor. Kalau becak, kami bisa naik bertiga sekaligus. Sayang sekali, becak ada, tukang becaknya entah di mana. Jadi kami mau naik ojeg saja. Pemuda tadi pamit duluan. Kami mengangguk dan sekali lagi bilang terima kasih sama dia.

Untung juga jadinya naik ojeg. Lebih cepat sampai, hingga si anak yang sudah girang melihat pantai di depan hotel bisa buru-buru mampir sebelum gelap.

Foto 1: Bocah yang benar-benar tak sabar, berlari ke pantai, beberapa detik setelah sunset.

Pas sunset sedang berlangsung tadi, Ibu masih ribet merogoh HP :p

 

Hotel Nyiur Indah Beach: Penginapan yang berkesan. Catet!

 

Foto 2: Plang hotel , sekaligus ATM center

 

Late check-in. Magrib. Hotel ini dipilih lewat aplikasi online. Menyesuaikan dengan bujet, kami ingin penginapan yang tidak terlalu mahal, tetapi nyaman. Pertimbangannya, kami hanya menginap semalam, dengan hitungan beberapa jam saja. Semacam numpang tidur ya!

Hotel ini, dipilih bukan karena hanya harga yang sesuai bujet. Review dari yang pernah berkunjung bagus, plus unik. Nilai ratingnya tinggi. Terutama hospitality. Katanya, selalu ada kudapan menyambut kita saat check-in, hotelnya homey, dan pemiliknya juga turun tangan langsung menyapa pengunjung. Boleh di coba cek review nya di beberapa aplikasi, deh.

Kami check-in lewat sedikit dari magrib, langsung masuk kamar. Hotel bintang tiga ini hanya punya 20 kamar, dan bukan penginapan yang modern. Anak saya sempat menanyakan kenapa pakai kunci biasa, tidak pakai tap key card.

Ini yang saya bilang di tulisan saya sebelumnya. Variabel yang kami butuhkan, memang seperti ini. Kami sangat tidak berharap lebih dari kamar yang wangi, luas, bersih pula.

Foto 3 dan 4: Kamar dan Kamar Mandi

 

Yang tidak disangka, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu dan mengantarkan teh hangat dalam poci/teko dan pisang goreng (yang enak dan hangat pula! Terharu! Hahaha). Sepertinya itu biasanya dihidangkan di lobby ketika kita sedang check in. Tapi karena kita langsung masuk kamar, jadilah diantar.

Foto 5 : Pisang Goreng dan Satu Poci Teh Hangat 🙂

Pas banget rasanya. Perjalanan yang panjang, mampir ke pantai, eh… saat kembali disuguhi pisang goreng dan teh hangat.

Malamnya sedikit gerimis. Kami hanya mencari tempat makan malam terdekat yang menyediakan seafood, dan sepakat untuk tidur cepat. Dari durasi yang sudah kita  pelajari saat berangkat dari Bandung tadi, ini adalah short getaway yang harfiah. Benar-benar singkat. Abu sudah mengingatkan pada anaknya, bahwa besok harus pagi-pagi sekali kalau mau main di pantai, agar tidak ketinggalan kereta.

Sejujurnya? Saya sangsi. Bocah yang harus selalu main di pantai kalau pulau kampung ke Aceh, rasa-rasanya bakal mengulur waktu, dan tidak bisa dibatasi waktunya semudah itu kalau sudah kena air.

 

Me- “mantai” yang (secukupnya) santai, Minggu 6 Januari 2019.

Keesokannya, setelah shalat shubuh dan mengisi perut dengan roti bekal dari Bandung, anak dan suami sudah nyemplung di Pantai. Waktu itu pukul 06.00.

Ya, ini acaranya Si Bocah. Ibunya cukup foto-foto situasi pantai yang masih sepi dan iseng fotoin mainan, sambil makan kacang dari ibu-ibu penjaja yang bolak-balik menjajakan jualannya.

Foto 6 dan 7: Nyemplung pagi-pagi sekali

Foto 8 dan 9: Keisengan Ibu

 

Jam 08.00 saya kasih kode pada dua lelaki yang sedang main air di pinggir laut. Kami harus segera kembali ke hotel, mandi, berkemas, sarapan dan langsung pulang. Anak masih saja mencuri waktu dengan nyebur ke kolam renang hotel setelah membilas tubuhnya yang berlumur pasir.

Foto 10: Kolam renang hotel

 

Alhamdulillah, semua sesuai jadwal. Karena kita sengaja ingin mandi dan packing biar beres dulu, kami agak telat sarapan. Telepon kamar berdering. Awalnya saya bingung, karena waktu check-out masih sekitar tiga jam lagi. Ternyata, kami diingatkan untuk sarapan. Wow… ini terasa unik sih. Rasanya belum pernah saya diingatkan pihak hotel manapun untuk sarapan. Care sekali !  <3

Saat semua sudah mandi dan barang-barang sudah tinggal dibawa, baru kami sarapan. Sekitar jam 9.30.

Saat sarapan itulah, kami benar-benar membuktikan review tentang hospitality hotel ini. Makanannya cukup banyak variasi dan enak. Opor, nasi uduk, nasi goreng lengkap dengan lauk pauknya, tempe mendoan, tumis tutut, ada juga roti, buah-buahan dan kue-kue.

Nah, disinilah kami disapa oleh pemiliknya yang super ramah, yang terus menerus menawarkan untuk tambah makanannya. Tidak ada yang luput dari sapaannya. Dan setiap ada yang check-out, beliau memberikan bungkusan berisi makanan. Another Wow!

Tidak aneh, bila terlihat beberapa tamu tampaknya sudah lebih dari sekali berkunjung. Kamarnya yang wangi, bersih dan rapi, ditambah hospitality-nya, rasanya wajar kalau banyak yang melakukan kunjungan ulang.

Ini mungkin yang memang khas dari hotel ini, sebagai pembeda dari hotel-hotel besar, modern yang menjadi kompetitornya.

Foto 11 dan 12 : Tempat Makan Pagi yang berseberangan dengan jalan menuju pantai

Kami harus check out Jam 10.00, supaya bisa naik bis di terminal jam 11.00 menuju Stasiun Banjar. Pamitan pada pemilik hotel, dan menerima bungkusan berisi keripik pisang (yeay! Alhamdulillah). Bukan tidak mungkin, suatu saat kami kembali lagi.

Cari ojeg tidak ada, yang ada tukang delman, yang mau mengantar sampai terminal. Di terminal masih harus menunggu bis yang seperti kemarin lagi (non AC). Sementara kami berpacu dengan waktu. Kereta nanti akan berangkat jam 13.55.

Bis yang ditunggu datang, dan sudah langsung penuh. Kali ini, kami berniat untuk menunggu bis  berikutnya saja. Terbayang, kalau kemarin dari Banjar banyak yang turun di Banjarsari yang sekitar setengah jam, kali ini bisa jadi sebaliknya. Berdiri selama 1,5 jam dan baru dapat tempat duduk di setengah jam terakhir. Tak usah repot-repot, terima kasih! :p  ha ha ha!

Bis tersebut berangkat. Kami menunggu bis berikutnya bersama satu keluarga lain yang hendak naik kereta juga. Tapi, terlalu berisiko kalau menunggu yang tidak pasti. Suami mengajak keluarga tersebut untuk share mobil carteran. Keluarga itu santai, dan tenang saja makan kudapan dan bilang mau menunggu bis yang berikutnya saja.

Suami saya yang orangnya notabene lebih tenang dari saya saja sudah sedikit was-was dan segera mengambil keputusan begitu Sebuah Bis AC arah Bandung datang.

Sebetulnya, tidak bisa kami naik bis itu karena itu bis patas. Tidak melayani penumpang jarak dekat. Suami nego, dengan bersedia membayar seharga tujuan Bandung untuk dua orang (anak dianggap dipangku).

Foto 13 : Bis AC yang jauh lebih nyaman dari yang kemarin 😉

Di tengah perjalanan, suami usul untuk sekalian naik bis itu saja sampai Bandung, kan memang sudah membayar ongkos ke Bandung. Tidak perlu turun di stasiun (harga tiket kereta pun promo, jadi tidak terlalu rugi kalaupun hangus. Totalnya hanya Rp. 10,500,-). Aku sih: Yes! Bocah yang: No!. Pengen naik kereta api lagi, katanya. Yo weis… kembali ke rencana awal.

Akhirnya kami turun di jalan yang berjarak sekitar satu kilo dari Stasiun Banjar, karena rute bis ini tidak melewatinya. Kami lihat ada becak  dan segera minta antar ke stasiun. Ada tawar menawar. Tapi hati  enggak tega juga. Si Bapak sudah tua, dan mengayuh becaknya pelan sekali, terutama saat ada tanjakan kecil. Krik krik krik… saya dan suami senyum. Maunya turun dan gantian mengayuh… tapi si bapak berhasil melewati  tanjakan.

Biarpun lambat, Si Bapak Tukang Becak orangnya ramah banget dan lucu. Akhirnya kami melebihkan sedikit dari harga yang dia minta. He he he… terima kasih Pak… semangat!

Alhamdulillah sekali, kami bisa berada di stasiun sekitar dua puluh menit sebelum keberangkatan. Saya duduk sebentar, suami dan anak cari minum di warung, tidak lama Tuan Sepur menjemput.

 

“Prajurit Kecil lulus” dan pulang ke Bandung

Perjalanan pulang kali ini, bangku depan kami kosong, begitu pun sebelah Abu. Anak jadi pindah dekat Abu-nya. Untuk mengisi waktu, mereka bersekongkol membuat soal Teka Teki Silang untuk saya. Perbedaan di perjalanan pulang ini, anak agak sedikit lelah karena pagi tadi main di pantai. Tapi energinya besar dan tetap tidak tidur. Dia hanya minta sarung untuk menutupi kakinya yang kedinginan.

Foto 14 dan 15 : Mengisi waktu di kereta api

Dua lelaki bersekongkol membuat teka-teki silang buat Ibu

Foto 16: Bocah bersarung; kedinginan, agak ngantuk (tapi tidak tidur)

Kami sampai di Stasiun Bandung tepat waktu.  Pukul 18.30

Sudah waktunya makan malam. Saya dan suami memilih makan di rumah saja nanti. Anak sudah lapar katanya. Kami nongkrong sebentar lagi di stasiun, menunggui anak makan malam. Eh stasiun kereta di malam hari, romantis juga ya…

 Suasana Stasiun Bandung di malam hari

Sungguh, perjalanan yang menyenangkan. Terima kasih sekali lagi, Tuan Sepur…

 

(Oh iya, anak kami lulus jadi “prajurit kecil” !…  soalnya ini baru pertama dia berlibur dengan jadwal sangat ketat seperti ini. Terutama di bagian main di pantai, sampai bisa tiba di terminal bis tepat waktu. Kami bilang seperti prajurit, ya! Biasanya, orang tuanya bikin jadwal dengan rentang waktu yang lebih fleksibel, demi kenyamanannya. Kayaknya udah bisa dibawa short getaway lagi, Nih! Kami sudah tanyakan kepada anak, dan… serius, dia enggak kapok katanya. )

 

Mudah-mudahan pengalaman ini bisa diambil manfaatnya sebagai informasi.

Ada catatan kecil yang dibuat untuk kami sendiri:

  • Idealnya? menginap di Pangandaran selama dua malam agar puas main di pantai, dengan konsekuensi menambah biaya menginap dan makan.
  • Kecemasan cuaca ekstrim, maupun kejadian Tsunami Banten yang baru saja terjadi sekitar satu minggu sebelumnya, ada banget. Hanya saja yang pasti selain doa, antisipasi bisa dengan memilih kamar hotel di lantai atas, mempelajari jalur evakuasi, kalau takut hujan, bisa bawa jas hujan/payung lipat. (kami kebetulan enggak bawa juga. Alhamdulillah kebetulan enggak hujan, dan cuaca bagus sekali)
  • Apakah ini liburan yang “Habis waktu di jalan”? Bisa iya, bisa tidak. Tergantung tujuan dan bujet liburannya. Betul, di Pangandarannya hanya sekitar 17 jam dipotong tidur malam, dari sekitar 30 jam total perjalanan. Namun perjalanan kemarin sebanding dengan bujet dan tujuan kami.
  • Anak (dan ortunya juga) belajar enjoy. Setiap yang pengalaman tidak enak saat travelling, biasanya malah jadi cerita yang paling diingat, ditertawakan dan dikenang keseruannya.
  • Mencoba ikhlas menyambut sebanyak-banyaknya “kali pertama” dan spontanitas. Kita tidak tahu kejutan apa yang menanti, jadi harus terbiasa membuat keputusan mendadak di luar rencana.

 

Terima kasih sudah membaca, salam dari kami bertiga 😀

You may also like