Poked by The Universe #2: Ben, Jody dan Anak Lelaki

Seperti yang saya ceritakan di awal tulisan sebelumnya, Poked by The Universe #1: Gak Jadi Nonton Festival Musik, saya merasa berada di sebuah film yang ceritanya disetting terjadi dalam satu hari. Setelah enggak jadi nonton festival musik, ternyata semesta masih ingin bermain-main dengan kami.

20 Juli 2024, sore hari menjelang magrib.

Memasuki area jalan Asia Afrika, kita harus menentukan mau sholat asar di mana? Tentu saja Masjid Raya Bandung yang paling terpikirkan. Tapi lagi-lagi, melihat jalanan macet suami mengusulkan untuk langsung saja ke restoran tempat makan malam nanti. Sholat asar dan sekalian magrib di sana sambil menunggu yang punya hajat, jadi enggak pusing lagi nyari parkir malam nanti. Setuju!

Benar saja, hari itu resto yang dimaksud penuh, dan kami pun harus valet parking dan menanyakan lokasi mushola. Setelah selesai sholat asar, kami ke lobby untuk minta satu meja sambil menunggu makan malam tiba. Ternyata tidak bisa langsung. Di dalam penuh, harus waiting list. Biarpun konfirmasi bahwa sudah ada meja yang direservasi keluarga kami malam nanti, katanya tetap saja kami harus kembali nanti sekitar jam 18.00, bila mau duduk di meja keluarga besar kami.

Bener juga sih, kasihan yang sudah waiting list sebelum kami datang barusan. Intinya: meja penuh dan yang dilayani lebih dahulu tentunya yang sudah daftar. Kalaupun kami bertiga daftar, bisa-bisa dipanggilnya sama saja nanti dengan waktu yang di pesan oleh adik saya.

Suami bilang, “Jalan-jalan ke Braga aja dulu, yuk? Kan mobil sudah aman di sini. Jalan kaki, cobain ngopi di Jabarano Coffee di Braga, kan dekat. Pas magrib balik lagi ke sini.”

Kami berjalan menyusuri Jl. Asia Afrika. Suasana sore cerah, lalu lintas padat, dan orang juga cukup banyak di trotoar. Belok kanan, kami masuk jalan Braga, menuju cafe yang dimaksud suami tadi. Belum sampai ke sana, saya melihat ada Filosofi Kopi. Saya langsung memanggil anak, dan menunjuk ke seberang jalan. Ah iya… belakangan ini anak lagi senang sekali dengan segala hal yang berkaitan dengan Filosofi Kopi. Saya lupa kalau di Braga ada Filosofi Kopi.

(Beberapa waktu sebelum nonton filmnya, saya tawari dia baca di buku kumpulan cerpennya Dee Lestari dengan judul yang sama: Filosofi Kopi. Saya ingin mengenalkannya pada sensasi baca buku sebelum nonton filmnya. Ternyata benar. Katanya, gambaran fisik dari karakter Ben dan Jody yang dibangun oleh benaknya (hasil dari membaca), berbeda dengan yang ada di film. Demikian juga dengan mobile cafe Filosofi Kopi yang dibayangkan di benak setelah membaca, berbeda juga dengan yang ada di film.

Saya dan suami bahkan dicekoki untuk nonton serialnya bertiga setiap akhir minggu dan sekarang sudah habis semua ditonton. Apa yang dia dapatkan? Bahwa Ben itu keren banget pembawaannya, Dia jadi tahu ada yang namanya Kopi Tiwus, lalu mengomentari karakter-karakter pelengkap baik di serial maupun movies nya, dan yang paling seru sih dia jadi ingin punya bisnis. He hehe… kayak kembali ke waktu SD, dia dibantu Abu sudah pernah bikin toko online, walau tidak terus dijalankan).

Kembali ke cerita tadi, dia melotot lihat Filosofi Kopi di seberang jalan, dan tanpa pikir panjang lagi mengajak kami untuk ngopi disini saja, Jabarano lain kali. Okeee…

Lucu sih, dia menikmati ambience-nya. Senyum-senyum sambil mengangkat alis. Mengomentari rasa gelas keduanya yang ternyata bukan seleranya. Bercanda setiap Abu menghirup Kopi Tiwus-nya.

Saya merasa dibelai semesta. Kok bisa…gak jadi nonton festival musik? Kok bisa, resto di Asia Afrika itu penuh hingga harus waiting list dulu, dan sampai akhirnya kita mampir di tempat yang sedang anak senangi?

Ah Si Uni menggoda kami, ya? kata saya dalam hati pada Universe (sok akrab)

Anak lelaki tampak bahagia minum sore di Filosofi Kopi. Andai ada Ben dan Jody, lengkaplah sudah. He he he…

Jika di area festival musik kami menanti sholat asar, di Filosofi Kopi kami menanti sholat magrib. Lalu, seperti yang saya bilang di awal cerita. Tanggal 20 Juli 2024 lalu, seperti settingan film dengan waktu satu hari. Selesai dari Filosofi Kopi, semesta belum puas mengiringi kami hari itu.

Poked by The Universe #3: Hati yang Hangat

You may also like