Jadi ceritanya, saya sedang melihat ke belakang. Waktu pertama kali main komik-komikan sama Si Bocah tahun 2014. Saya tidak menyangka bahwa hal sepele dan sesederhana ‘memulai’ akan berakhir di ‘hasil yang tidak pernah terpikir sebelumnya’.
Silakan disimak, cerita tentang proses sederhana yang terbagi dari 3 bagian. Bagian 1 dan 2 sudah pernah diupload di Instagram. Bagian 3 (akhir) di sini.
1. Komik-komikan (Instagram 14 Februari 2018)
November 2014
Si anak lelaki selalu dapat sticker setiap kali ke dokter THT-nya. Setelah jenuh menempelkan di tempat-tempat yang sudah kami perbolehkan, akhirnya saya ajak dia bikin cerita. Dia sendiri yang menentukan dialog, yang sesuai dengan gesture karakternya.
.
Saat itu, (4,5 tahun) dia sudah bisa membaca, namun belum bisa menulis. Dia diktekan dialognya. Karena memang senang bercerita, ceritanya mengalir (deras!), merepotkan saya yang menulis. Sampai akhirnya, waktu makan sianglah yang menyelamatkan saya dari berondongan idenya.
Ini hasilnya… (ini juga awalnya…)
It’s his story, I only wrote them down
Saved by lunch time
(Dialog sesuai urutan nomor, bila terbaca. He he he)
2. Tulis-tulisan (Instagram 28 Februari 2018)
Suatu hari… di akhir tahun 2015
M : “Ayo bu, kita bikin komik dari sticker lagi”
Ibu : “Kan sudah bisa nulis sendiri”
M : “Tapi tulisan aku jelek”
Ibu : “Nggak apa-apa dong. Yang penting bikinan sendiri”
Lebih kurang setahun selepas bikin komik-komikan, dengan cara mendiktekan ceritanya pada saya akhirnya anak lelaki yang waktu itu berumur 5,5 tahun sudah bisa menulis lebih panjang.
Jadi, tinggal didorong untuk mau menggabungkan kesukaannya bercerita, dengan kegiatan belajar menulis.
Medianya masih sticker karakter.
Dia yang punya ide cerita, saya hanya memfasilitasi kesukaannya dengan memanfaatkan barang yang ada dan cara yang sedikit berbeda dari sebelumnya (dulu mendikte, sekarang menulis sendiri).
Ya… tentunya ada supervisi cerita, sekadar memberikan gambaran padanya bahwa sebuah cerita sebaiknya mempunyai pesan.
Cerita pun berlanjut…
Pic:
Dec 2015
(Ketika pipinya masih tembem)
3. Buku-bukuan …. (Akhirnya!)
Umur 4,5 tahun bikin komik-komikan dengan mendikte ibunya.
Lalu, menulis sendiri dengan dengan tulisan ala kadarnya di usia 5,5 tahun.
Nah… saat ia minta ulang tahun yang ke-6 dirayakan di sekolah (yang juga akan menjadi syukuran terakhir di taman kanak-kanak), saya dan abunya berpikir untuk membukukan hasil karyanya, sebagai kenang-kenangan buat teman-teman dan guru-guru.
Empat cerita yang layak disimak (karena banyak juga tulisannya yang bukan berupa cerita) di scan, kemudian di layout ala kadarnya oleh Abu agar sedikit berwarna.
Lalu kami cetak 100 eksemplar, untuk dibagikan kepada teman-teman sekolah, para guru TK dan kerabat. Dikemas dalam goodie bag ultahnya. (Juli tahun 2016)
Yang berkesan adalah saat matanya terbelalak ketika kami perlihatkan tulisannya telah menjadi setumpuk ‘buku’.
“Kok bisa ya jadi begini?” katanya takjub melihat tulisan-tulisannya yang dulu tertuang di kertas HVS telah menjadi buku yang apik.
Sederhana, sepele, tapi kami bahagia karena dia tahu rasanya bangga berkarya. Itu saja target utama kami. Dan sampai sekarang, sesekali bukunya masih ia baca sendiri.
Ini juga akhir yang saya tidak pernah sangka waktu memulainya di tahun 2014.
Dari ide kecil membuat komik dengan mendikte ceritanya, 2 tahun kemudian berujung menjadi buku.
Ibunya punya buku pertama di usia 34 tahun, dia punya buku di usia 6 tahun, walaupun masih buku-bukuan 🙂
Oh ya! Tentunya, saya juga tidak ingin dia terjebak dengan eksplorasi tulisan saja. Saya menyadari bahwa menulis adalah kesukaan ibunya. Belum tentu ia sangat berminat pada hal yang sama.
Saya hanya ingin ia tahu apa saja yang bisa dilakukan dengan benda-benda di sekelilingnya plus kemampuannya. Selanjutnya, terserah dirinya sendiri.
Dulu dia pernah mencoba ber”stand-up comedy”, kemudian membuat cerita. Sekarang ini dia sedang senang main sepeda, memotret mainan (ibunya juga ketularan), bereksplorasi dengan komputer Abu untuk membuat game ala-ala sendiri dengan aplikasi games maker yang sangat sederhana (ibunya tidak suka main game, apalagi bikin game). Sempat juga berceloteh tentang belajar alat musik, walau belum serius keinginannya.
Kami mempersilakan dirinya mencoba yang ingin dicoba, yang penting berkarya.
.
Ayo dicoba … membuat komik anak dengan sticker 🙂