Cerita sebelumnya klik di sini
Kartu ucapan di depannya itu, akhirnya ia biarkan kosong dulu, karena perut kosongnya dikejar waktu makan siang yang hampir habis. Masih ada nanti sore atau malam untuk menuliskannya.
Saat makan siang, telepon genggam di tangan Kamil berbunyi. Dari Dian, sahabat Kanti. Hanya perlu beberapa detik bagi Kamil untuk menebak tujuan Dian meneleponnya. Betul tebakannya. Ini tentang pesta kejutan. Tepatnya, pesta kejutan tahunan bagi siapapun yang berulang tahun di antara sekumpulan sahabat itu. Ini dia satu lagi indikator kebahagiaan Kanti tentang ulang tahun: Pesta kejutan.
Untungnya, Kanti memang selalu mendapatkan kepuasan dari pesta kejutan ulang tahun, dari sahabat-sahabatnya itu. Bila Kamil bisa terlibat, itu bonus buat Kanti.
Di balik sulitnya tugas menulis kartu ucapan dan mencari hadiah istimewa, maka pesta kejutan yang direncanakan Dian adalah salah satu hal yang akan meringankan beban Kamil. Jika nanti kata-kata dalam kartu ucapannya atau bahkan hadiah darinya mengecewakan Kanti, setidaknya surprise party selalu berhasil membuat mata istrinya berkaca-kaca, lalu menutup mulutnya karena terharu. Selanjutnya – dan ini selalu terjadi – Kanti akan larut dalam keriangan pesta kejutan yang diciptakan oleh sahabat-sahabatnya itu. Maka, apapun…sekali lagi: apapun yang Dian rencanakan, Kamil tinggal mengikuti, karena tugas Kamil sendiri masih menanti. Setidaknya, pesta kejutan itu menjadi semacam rencana cadangan yang melegakan.
Kartu ucapan itu masih kosong. Lalu, tiba-tiba Kamil punya ide baru. Ide yang justru terlahir karena ia kehabisan ide. Ia tidak akan menulis apapun. Ia akan membiarkan Kanti yang mengisinya sendiri.
My Dear Kanti,
………………………………
………………………………
………………………………
………………………………
(isi sendiri, karena harapan baikmu, pastinya harapanku juga)
Love you always, Kamil.
Kamil tersenyum puas, tapi juga waswas. Kanti bisa saja tertawa terbahak-bahak membacanya, tetapi bisa juga ia sedih karena berharap lebih. Ini bisa merusak hari spesialnya, tetapi bisa juga menjadi hadiah tak terlupakan. Eh, tunggu! Hadiah? Aku belum cari hadiah ! Kamil tersentak. Otaknya berpikir lagi. Hadiah apa yang lebih istimewa dari cincin berlian yang tahun lalu ia berikan?
Oke, tahun ini, biarkan aku yang mendefinisikan kata ‘istimewa’.
Begitu definisi ‘istimewa’ ia pindahkan dari persepsi Kanti ke persepsinya sendiri, ide segera saja meloncat keluar. Kamil akan menyanyikan lagu-lagu kesukaan Kanti dan merekam suaranya sendiri dalam CD. Suara lelaki itu tidak bisa dikatakan bagus. Ia buta nada. Demi Kanti, ia akan bernyanyi dan merekamnya. Suaranya, dan kartu ucapan yang tadi ia tulis, tentunya istimewa. Tidak biasa.
Bila Kanti mau menerima kejutan dalam bentuk apapun dari sahabat-sahabatnya, maka seharusnya ia juga bisa menerima hadiah istimewa versi suaminya. Kamil tersenyum lega. Bebannya terangkat. Sore itu juga ia menyiapkan segalanya.
***
Tidak ada yang bisa menduga sebelumnya, bahwa hari ini akan jadi hari yang mengejutkan bagi Kamil. Kanti tidak pulang ke rumah sampai jam sebelas malam. Telepon genggamnya tidak aktif. Sahabat-sahabatnya tidak tahu keberadaannya. Kamil pura-pura tenang demi Kevin dan Kasandra. Ia bilang kepada kedua anaknya bahwa Kanti diajak Tante Dian ke Bogor, untuk berjalan-jalan.
“Lho, ulang tahun Mama ‘kan dua hari lagi. Kok udah dikasih hadiah kejutan sama Tante Dian?” Kevin berkata dengan kening berkerut. Ia hafal betul upacara tahunan ibunya.
Benar Kevin, ini tidak seperti kebiasaan Mamamu yang pasti terbaca gerak-geriknya menjelang ulang tahunnya. Selain cantik, mamamu numerik. Tidak mungkin ia nekat menghilang menjelang ulang tahunnya, apalagi angkanya cantik. Kamil menggerutu dalam hati, sementara mulutnya mengeluarkan kata-kata penenang yang mendadak ia karang untuk anak-anaknya.
Setelah Kevin dan Kasandra tidur, barulah kepanikan muncul lagi. Ia kelabakan. Bukan kepergian Kanti yang menjadi masalah, tapi caranya menutup akses informasi yang keterlaluan.
Tidak hanya puluhan kali mencoba menghubungi Kanti. Ia juga puluhan kali mengirim SMS, e-mail, pesan pribadi di sosial media. Semua dicobanya. Termasuk menelepon lebih dari satu kali ke setiap orang yang ia pikir mengetahui keberadaan Kanti.
Kamil lelah, dan menyerah pada kantuknya. Ia tertidur di sofa dengan pakaian kerjanya. Dasi ada di tangan kiri, sementara tangan kanannya memegang telepon genggam. Jam 03.00 dini hari, telepon genggamnya berbunyi. Kamil tersentak. E-mail dari Kanti !
My dear Kamil,
Maaf ya, aku mendadak pergi. Aku perlu melakukan ini. Demi aku, demi kita. Akhir-akhir ini aku sering merasa bosan menjalani hidup yang terlalu terencana. Aku kehilangan spontanitas. Kehilangan kejutan-kejutan dalam hidup yang biarpun kadang tak menyenangkan, tetapi setidaknya ada rasa yang baru. Kupikir, aku perlu sendiri dulu. Memang tidak adil buat kalian, aku pergi saat ulang tahunku sudah dekat. Aku tahu kamu dan anak-anak pasti sibuk cari hadiah, demi menyenangkan aku. Pasti Dian juga sibuk bikin kejutan ‘kan?
Itu juga yang membuat aku benar-benar merasa perlu pergi sebentar saja. Aku ingin memberi hadiah buatku sendiri, kejutan buat aku sendiri: spontanitas (yang sudah lama hilang itu).
Tolong bilang sama anak-anak tentang kepergianku ini, ya! Tolong juga simpan kadonya 😉 itu bisa menyusul nanti. Ulang tahun ‘kan hanya sehari. Kamu dan anak-anak ada dalam hidupku setiap hari, selamanya. Itu yang paling penting.
Tunggu aku pulang ya!
love,
Kanti
PS:
Tolong ceritakan juga sama Dian ya! Aku sedang tak ingin dikasih kejutan. Kamu tahu ‘kan maksudku? Memang kejutannya tiap tahun selalu berbeda. Tapi tiap tahun AKU TAHU akan ada kejutan. Secara sadar, menjelang ulang tahun aku selalu bersiap untuk terkejut. Aku sudah tahu bakal terkejut dan rela pura-pura tidak curiga bahwa Dian dan kawan-kawan lainnya merencanakan sesuatu. Parahnya lagi, aku merasa terprogram untuk ‘terharu’. Padahal, terkadang aku hanya bahagia, dan tak ingin menitikkan air mata haru.
Jadi, biarlah aku ‘terkejut’ lagi tahun depan 😉
Kamil bingung dengan perasaannya sendiri. Ia lega karena setidaknya Kanti mengirim kabar. Ia juga bahagia dan jadi terharu dengan apa yang Kanti alami dan katakan. Sepertinya ia sudah mulai memahami esensi dari momentum.
Namun bagaimanapun juga, Kamil masih tetap penasaran dan sedikit marah karena tidak tahu di mana Kanti sesungguhnya berada. Kalau ia di luar kota, ia ingin tahu di mana tepatnya, apa nama hotel – atau apapun – tempat Kanti menginap. Perasaan yang sungguh tidak karuan. Ternyata, ia yang tidak siap dengan kejutan. Ia cepat-cepat membalas e-mail Kanti, singkat saja:
Iya, aku mengerti. Tapi kamu di mana? Pulang tanggal berapa? Aku khawatir.
Tidak ada balasan. Kamil menarik napas panjang untuk menenangkan diri. Ia mencoba memasukkan logika lebih banyak daripada meladeni gejolak emosinya. Kanti bisa menjaga dirinya dan aku harus menghargai proses ini, logikanya menenangkan dan berhasil membuat kantuknya menang untuk sementara.
***
Rasanya, hari ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sehari menjelang ulang tahun Kanti, Kamil lebih sibuk dengan pencarian Si Birthday Queen. Ia mencoba untuk bersikap biasa saja, menghargai keinginan Kanti yang jarang-jarang seperti ini. Namun, ada rasa khawatir menyelinap dalam dirinya. Apakah ini benar-benar wajar? Kalau mau liburan, Kanti bisa tinggal bilang saja. Tidak perlu sampai menghilangkan diri. Apakah ini pertanda kurang baik yang tidak Kamil sadari sebelumnya? Mungkinkah Kanti berniat berselingkuh di belakangnya? Tapi, buat apa istrinya mengirimkan e-mail kalau ia memang selingkuh?
Baru kali ini Kamil merasa galau. Di antara rasa cinta dan rasa percayanya yang besar pada Kanti, ia juga tidak menampik, bahwa perjalanan hidup bisa memberikan kejutan tidak enak semacam perselingkuhan, bahkan perceraian. Di antara rasa ‘sok santai’ seorang lelaki yang mengedepankan logika daripada perasaan, diam-diam Kamil cemas dan mencari Kanti.
Ibu mertuanya pun tidak kalah terkejut mendengar hilangnya Kanti. Jika ibunya sendiri sudah tidak tahu kabarnya, berarti Kanti benar-benar serius menghilangkan diri. Ini, yang memicu kepanikan Kamil.
Setengah hari ini, selain berusaha mencari, Kamil juga memohon agar setidaknya Tuhan mengirimkan kabar lewat seseorang yang mungkin mengetahui keberadaan Kanti.
Hukum ketertarikan tampaknya berpihak pada Kamil. Tiba-tiba saja Wahyu, sahabatnya, yang berada di Singapura menghubunginya. Ia melihat Kanti ada di sebuah hotel di daerah Pearl’s Hill. Awalnya Kamil menyangsikan berita itu. Namun, Wahyu bersumpah bahwa itu adalah Kanti, karena mereka bahkan sempat bertegur sapa. Justru ia menelepon karena ingin tahu kenapa Kanti melarang dirinya untuk memberitahu Kamil bahwa mereka bertemu.
“Aku sempat pikir ada apa-apa dengan kalian,” kata Wahyu. “Kalau kamu berniat menyusulnya, cepat ke sini! sepertinya Kanti baru check-in. Nanti aku jemput kamu di Changi dan langsung aku antar kamu ke hotel itu pakai mobilku biar cepat.”
Kamil tidak berpikir lagi. Jakarta-Singapura itu terlalu dekat untuk dipikirkan dua kali. Bagaimanapun, Kamil ingin menemani Kanti. Ini sesuatu yang tidak biasa, dan Kamil harus mencari tahu langsung dari mulut Istrinya. Ia segera membeli tiket, menitipkan Kasandra dan Kevin kepada eyang mereka, dan sempat memasukkan hadiah untuk Kanti ke dalam saku jaketnya. Malam itu juga ia terbang ke Singapura dan dijemput Wahyu di Changi Airport.
Wahyu mengantarkan Kamil sampai ke hotel yang ia maksud. Mereka segera menghampiri resepsionis, menanyakan Kanti. Petugas resepsionis mengatakan bahwa Kanti baru saja minta dipesankan taksi, karena hendak keluar. Resepsionis itu celingukan melihat ke arah lobi, dan menunjuk sesosok wanita yang duduk menunduk di sebuah sofa, membelakangi mereka.
Kamil berlari menghampiri perempuan yang ia kenali betul sosoknya. Walaupun masih belum sanggup mencerna maksud kepergian istrinya itu, tetap saja ia lega bisa menemukannya. Setengah berteriak, ia memanggil seraya menepuk bahu perempuan itu
“Kanti!”
Perempuan itu berdiri, membalikkan badannya, dan tiba-tiba saja lampu kilat dari kamera yang dipegang perempuan itu menyilaukan mata Kamil, saking dekatnya jarak mereka. Kanti terbahak melihat hasil jepretannya. Muka Kamil yang panik, bercampur bingung dan terkejut begitu terlihat jelas.
“Ini kado teristimewa seumur hidupku!” kata Si Birthday Queen. “Sesekali biar yang ulang tahun yang bikin kejutan. Boleh kan?”
Wahyu yang bersekongkol dengan istrinya, cengar-cengir. Kamil terbengong-bengong, Kanti memeluknya erat dan sebuah kecupan mendarat di pipi suami yang dilanda kepanikan itu.
Entah kapan, dari siapa dan untuk siapa… kejutan, tetaplah kejutan.
(2012)
Di unggah pertama kali di platform Storial.co bulan Sepetember 2018