#1 – Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi

Menjelang Hari Buku Nasional 17 Mei 2021, saya mau mencoba mengunggah 17 buku berbahasa Indonesia, yang pernah saya baca. Ini akan sangat menyenangkan, karena artinya saya akan kembali menelusuri rak buku saya . Belum tentu buku terlaris yang akan saya unggah. Belum tentu juga buku baru. Mungkin berbentuk ulasan, mungkin hanya tentang perasaan. Semata-mata ingin bercerita tentang sebuah buku. Coba kita lihat saja nanti jadinya bagaimana, yuk? Semoga bisa… 🙂

 

Unggahan #1 – Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi

(Kumpulan Cerita)

Penulis: Eka Kurniawan

Penerbit: PT Bentang Pustaka

(Cetakan Pertama, Maret 2015)

Ini pertama kali saya berkenalan dengan tulisan Eka Kurniawan. Tahukah bahwa saya suka random beli buku? Eh…bukan berarti Mas Eka Kurniawan penulis random kayak saya, ya! Tentu saja beliau dan karyanya sudah mendunia. Maksud saya, hari itu seperti biasanya saya menyusuri lorong di toko buku tanpa wishlist di tangan. Cuma ada niat beli buku, apa saja seketemunya nanti. Lalu, judul buku ini membuat saya tertarik. Selain kesan ‘panjang amat judulnya’, juga ada kata ‘mimpi’.

Saya kadang suka dapat pertanda melalui mimpi. Misalnya mimpi si A, lalu kejadian bertemu beberapa hari setelahnya. Pernah mimpi seseorang yang sudah lama tak berkabar, beberapa minggu kemudian baru tahu bahwa beliau telah wafat. Mimpi sesuatu tempat dan kejadian, lalu selang beberapa lama, benar-benar terjadi. Kadang disertai dengan simbol-simbol yang harus diterjemahkan juga. Sayang, mimpi-mimpi semacam ini tidak bisa diminta. Datang begitu saja, semaunya. Lah kok jadi cerita mimpi ya? Bukunya!

Baik… kembali ke buku PPHyKMCMM (singkatannya aja panjang). Pokoknya, kata ‘mimpi’, berhasil membuat saya membawa buku ini pulang. Lupa tepatnya kapan, tapi ini cetakan pertama, tahun 2015. Berarti sekitar 2015-2016 kali ya? Saya juga sudah agak lupa cerita-cerita di dalamnya apa saja. Yang pasti lewat buku ini, saya jadi suka sekali tulisan Eka Kurniawan. Diperlukan kedewasaan yang harfiah :p dan kedewasaan benak untuk mencerna cerita-ceritanya. Lebih baik bila dibaca oleh remaja usia 17 tahun ke atas. :D. Ada 15 cerita di dalam buku ini. Beberapa cerita “sangat dewasa” dengan pilihan kata yang gamblang. Ada cerita yang bermetafora, juga megggunakan analogi.

Membuat Senang Seekor Gajah, Hal. 26

Saya ambil contoh cerita berjudul Membuat Senang Gajah. Saat membaca cerita ini, ada 3 rasa yang saya lalui. Pertama, saat melihat ilustrasinya saya jadi teringat teka-teki sewaktu kecil: Bagaimana cara memasukkan gajah ke dalam kulkas? Lalu, kalau memasukkan Jerapah ke dalam kulkas? Tahu kan teka-teki ini?

Nah, sepertinya penulis memang menjadikannya sebagai ide cerita. Gajah kepanasan, sangat ingin masuk kulkas. Dua orang anak berniat membantunya. Dari sini, saya mulai merasakan perasaan berikutnya, agak absurd dan sekilas seperti sadis. “Kurasa kita telah membunuh Si Gajah.”

Tapi, di akhir cerita ada kalimat dengan rasa yang ‘jleb’ banget. “Membuatnya senang kupikir hal yang lebih penting daripada apa pun,” kata si anak lelaki. “Percuma ia hidup jika tidak senang.”

.

Sungguh sebuah cerita yang absurd, dengan pesan yang sangat dalam dan sama sekali tidak absurd. Membaca tulisan-tulisan Eka Kurniawan, sepertinya harus siap bertemu dengan rasa apa pun juga 😀

 

 

 

 

 

 

You may also like