Pandemi, Waktunya CLBK

“Lie, kalau di film-film kan karakter utama yang dipenjara menghabiskan waktunya dengan push-up, sit-up terus melatih otot, menulis, membaca buku dan lain-lain. Nanti keluar jadi fit dan punya kekuatan diri. Nah itu bisa ditiru tuh. Kita kan di rumah terus kayak terpenjara juga,” kata suami, yang sama-sama suka nonton film kayak saya, di tahun 2020 yang lalu, saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai diberlakukan.

 

 

Bagaimana rasa pandemi di 2021 ini?

Lebih berat. Saya merasa telah mampu menghadapi pandemi sepanjang tahun 2020. Namun, memasuki bulan April 2021 ada rasa yang lebih berat. Mungkin karena saat itu menjelang Ramadan dan Hari Raya, sementara saya merasa bahwa perjalanan pandemi masih panjang. Betul saja, masuk bulan Juni 2021, berita tentang Covid-19 mulai ngeri lagi. Rasanya nama-nama yang berpulang bukan hanya sering didengar, tetapi juga kenal betul. Semakin dekat hubungannya dan muda, dengan interval berita yang semakin berdekatan. Saya yang merasa bisa mengatasi dengan berada #dirumahsaja sepanjang tahun 2020, sekarang dua kali lebih keras membuat program agar mental sehat dan energi terjaga (disalurkan ke hal-hal yang bisa melipatgandakan energi, bukan yang mengurasnya).

 

Ngapain aja?

Ini sama sekali bukan The Do’s and The Don’ts ya… karena kebutuhan setiap individu berbeda, tentu saja. Tempat dan cara menyalurkan energi juga pasti ada preferensinya. Dimana dan bagaimana kita akan dengan senang hati pakai energi, dan bahkan setelahnya energi jadi bertambah. Pasti deh, setiap orang punya “tempat” dan caranya sendiri.

Saya pikir, we have to win something over the Coronavirus. Kalau Si Corona menang dalam hal menyakiti hingga mengancam nyawa, setidaknya saya harus mengisi jatah waktu hidup saya lebih baik lagi. Jangan biarkan Corona tersenyum dan saya manyun dalam PPKM darurat. Tidak mudah sih, tapi saya mencoba pelan-pelan dengan Cinta-cinta Lama (yang) Bersemi Kembali (CLBK). Ucapan suami saat PSBB yang saya kutip di awal tulisan ini pun teringat lagi, saat PPKM darurat diberlakukan.

 

Cerita CLBK:

*Mulai jalan pagi (lagi).

Tahun 2016, karena ada keluhan kesehatan serius 2 tahun sebelumnya, saya memutuskan untuk konsultasi ke dokter gizi. Daripada kepikiran terus, saya berharap dengan mengatur pola makan dan olahraga yang dianjurkan, akan bisa mengatasi keluhan kesehatan (diagnosa) yang sempat membuat saya down saat itu. Betul, saya merasa lebih segar dan berat badan turun cukup cepat. Yang paling saya ingat adalah badan yang terasa nyaman dan fit, naik turun tangga rumah enggak ngos-ngosan. Sayangnya, saya belum bisa berdamai dengan pola baru yang dibangun saat itu. Hingga semuanya menjadi kembali ke asal. Dan saya harus mengulanginya lagi.

Saya ingin kembali ke rasa fit itu. Kembali pada berat badan yang sesuai dengan tinggi badan saya (yang memang tidak tinggi), umur dan tulang yang kecil. Saya pernah diberi tahu dokter, bahwa umur juga berpengaruh, hingga program waktu itu tidak menargetkan saya ke berat badan yang sama ketika usia saya 20-30 tahun, tentunya. Ya, bahkan dengan semua variabel yang diperhitungkan, saat memulai program, saya tergolong overweight.

Sekarang, saya kembali jalan pagi santai hampir tiap hari. Sudah berjalan 4 bulan, tapi belum berhasil mencapai target. Jauh lebih lambat dibandingkan waktu diprogram dokter gizi. Ada jadwal, jumlah dan jenis makanan anjuran yang belum diikuti (lagi). He he he… baiklah, pelan-pelan saja. Yang pasti dengan berolahraga lagi perasaan lebih tenang dan senang, badan segar, dan ujung-ujungnya lebih cepat ngantuk.

 

*Belajar menghafal (lagi)

CLBK yang berikutnya adalah mengingat kembali surat-surat di juz 30. Saya malu sama anak. Paling malu, sama pemilik saya. Saya ingin kembali dalam keadaan baik dan bekal cukup (masih jauuuh sekali dari cukup). Kalau sempat mengintip surat-surat apa saja yang saya hafalkan (lagi), mungkin kalian akan tersenyum geli saking cemen – nya. Tidak apa-apa, memang saya lalai melupakan surat-surat yang kini anak saya hafalkan. Makanya target saya sederhana saja: hanya berharap agar ketika salat, tidak membaca surat yang itu-itu saja. Ingin mengingat kembali surat-surat pendek yang dahulu pernah saya hafalkan demi nilai ujian di SD, namun terlupakan.

 

*Evaluasi keluarga (lagi)

Pandemi ini, berdampak pada banyaknya perubahan di rumah, terutama di tahun kedua ini (2021). Si Mbak jadwalnya saya kurangi (hanya seminggu sekali) yang berdampak pada bertambahnya muatan pekerjaan rumah. Lalu jadwal kerja suami, cara belajar anak, hingga rencana-rencana saya (yang paling banyak mundur).

Saya berdiskusi dengan suami dan anak. Saling evaluasi satu sama lain tentang situasi, kegiatan dan jadwal di rumah. Banyak perubahan kegiatan dan pembuatan keputusan yang menimbulkan konsekuensi perubahan jadwal lain, maupun perubahan pengaturan di rumah. Dibuatlah komitmen-komitmen baru, juga saling mengingatkan untuk konsisten dengan komitmen lama yang masih relevan, yang selama ini diabaikan atau dilupakan baik oleh saya, oleh suami maupun anak. Misalnya, sesederhana berusaha mengingatkan kembali pengaturan gadget, mengulas ulang pelajaran anak, pembagian tugas rumah dan khusus saya: menulis, hey!

 

*Mencintai diri sendiri (lagi)

Jika terasa terlalu ngambang, saya harus kembali menyelam dan melakukan inner journey lagi. Berusaha keras untuk lebih mindful dan aware terhadap diri sendiri, dan memutus sumber-sumber stres. Untuk fisik, seperti saya tulis di atas, berusaha untuk jalan pagi setiap hari. Walau di rumah, minimal pakai lipstick, sebelum kedaluarsa semua.

Begitu pun dengan mental. Betapa saya seringkali mengkhianati perasaan sendiri. Bilang ‘Ya’ agar orang lain senang, tetapi ujungnya malah kesal kepada diri yang tidak mendengar kata hati. Kini saya belajar (lagi) membuat batasan agar tidak merugikan diri sendiri dan juga orang lain. Untuk CLBK yang satu ini, saya bertanya dan browsing banyak artikel. Pastinya ada ketidakenakan saat membuat batasan. Tetapi harus terus dilatih, demi kebahagiaan, karena selaras dengan hati, dan dengannya saya menghargai diri saya sendiri. Mereka yang menghargai, memahami dan memang ditakdirkan bertahan, akan bertahan.

Oh ya! tidak lupa… Sortir barang dan beres-beres rumah. Bukan berarti rumah saya selalu bersih dan rapi. Jangan menyangka begitu juga he he he… Malah kalau saya intip rumah orang lain, ada yang lebih konsisten kerapiannya. Fokus saya lebih ke memilah apakah sebuah barang masih relevan dengan kegiatan dan tujuan saya. Beberapa kali saya memilah barang, rasa yang sama datang: rasanya bernapas lebih lega (harfiah!). Disana-sini memang masih ada barang berserakan atau bertumpukan, baik yang sementara (mainan anak/barang transit), maupun yang masih permanen dan harus segera dipilah. I’m working on it. Saya percaya decluttering berhubungan juga dengan kesehatan mental.

Detoks sosial media juga sesekali saya lakukan. Tentunya tidak bisa berhenti total, karena saya sering dapat informasi dan inspirasi dari sosmed. Lebih mengatur interval saja. Dalam sehari tidak sering membuka sosmed dan kalaupun membuka, “menengok” sebentar saja.

.

Singkat kata, saya mencoba mengacuhkan Corona untuk asyik sendiri di pojokan benak dengan “kegiatannya” mengancam dan membayangi, sementara saya berusaha lakukan yang tidak Corona lakukan sambil tetap waspada dan berusaha tidak lalai. Waktu dan energi saya lebih baik dipakai dan disalurkan untuk hal-hal yang tidak merusak diri sendiri, dan tidak bikin Corona happy. He he he…

Bagaimana pandemi ini berpengaruh padamu? Dimana “tempatmu” meningkatkan imunitas? Dengan siapa, berbuat apa? ….. kok jadi kayak lagunya Kangen Band 😀

 

Epilog:

Saya mulai menuliskan kalimat-kalimat pertama (akhir Juli 2021), saat tersadar bahwa pandemi mulai “menyenggol” mental saya sekitar bulan April 2021. Rasa yang kemudian berlanjut, ketika bulan Juni-Juli virus Corona kembali mengganas, hingga anak harus melewatkan liburan panjangnya di masa PPKM. Liburan yang lewat tanpa terasa, diiringi banyak berita duka, lalu sudah harus PJJ lagi. Saya saja mulai jenuh dengan pendampingan PJJ, pastinya dia lebih jenuh lagi. Saya tidak mau sok kuat, tapi saya harus berusaha kuat untuk keluarga saya. Alhasil, tidak sempat mengunggah tulisan apapun sepanjang bulan Juni-September 2021 kemarin, karena tengah CLBK dan terus membenahi diri melalui masa-masa “turbulensi”.

Saat tulisan ini diunggah, “turbulensi” saya sudah reda. Energi sudah mulai terjaga lagi. PPKM-nya sudah tidak darurat lagi, tapi saya masih CLBK dan terus pedekate, biar ”jadian” lagi sama diri sendiri.

Itu yang paling saya syukuri.

You may also like