Aku Tenang

Saya dan suami menunggui anak dan dua orang sahabatnya bermain di sebuah playland indoor di Kiara Artha Park, suatu sore di hari libur sekolah (by the way, main di dalam ruangan adalah pilihan tepat karena tidak lama kemudian hujan intensitas sedang turun, dan pengunjung yang sedang main sepeda di taman harus berhenti dan berteduh). Mereka bertiga loncat-loncat di atas trampolin, memanjat, lempar-lemparan busa, meluncur dan lain-lainnya. Pokoknya happy lihat trio ini sedang “reuni”.

Walau bukan pertama kalinya bermain trampolin (anak kami cukup sering main trampolin di tempat lain), tapi akibat si emak ini terpapar beberapa berita yang menggambarkan bahwa trampolin bisa berbahaya untuk anak-anak, sempat menimbang-nimbang kembali. Hanya saja mereka ini sudah usia 13-14 tahun, sudah saling berdiskusi dan sepakat main ke sana.  Ingat juga seorang dokter pernah menganjurkan anak saya untuk main trampolin, karena baik untuk pertumbuhan. Saya sempat browsing, dan benar. Memang artikel-artikel yang pro dengan kata kunci “manfaat” dan yang kontra dengan kata kunci “bahaya” sama-sama banyak didapat. Kesimpulan saya (dengan rekomendasi dokter yang menganjurkan trampolin untuk anak saya tadi), ini semua perkara risiko dan usia. Mungkin saya harus tahu tips-tips keamanan main trampolin (jangan langsung/tiba-tiba berhenti meloncat dan melawan pantulan trampolin-nya, mungkin? jangan terlalu ramai yang meloncat di satu area?). Di beberapa artikel juga disebutkan bahwa anak di bawah 6 tahun lebih beresiko cedera saat bermain trampolin, dan sebaiknya dalam pengawasan langsung orang tua. Begitulah lebih kurang kesimpulannya.

Eh, sebetulnya bukan mau cerita soal trampolin sih.

Ada secuil cerita yang bikin hati saya berbunga-bunga. Jadi ceritanya selama anak dan teman-temannya bermain trampolin selepas Ashar itu, saya dan suami menunggu di kafe-nya. Ngobrol, sambil sesekali melihat keadaan anak-anak. Seperti yang saya ceritakan tadi, di luar hujan cukup deras. Menjelang magrib, musik yang tadinya memenuhi ruangan luas dan rata-rata nge-“beat” itu, berhenti sejenak.  Saya bilang pada suami mungkin karena jelang sholat magrib. Ternyata, operator mengganti lagu dengan beberapa lagu Fourtwnty yang beat-nya cenderung kalem tapi dalam itu.

Iya, lagu-lagu Fourtwnty sedang jadi favorit dua lelaki di rumah, sampai-sampai saya jadi ikut-ikutan suka.

“Bu, Mahija nih kayaknya yang request lagu,” kata suami ngarang sambil nyengir (karena tahu ini lagu kesukaan anaknya juga). Saya ikut ketawa “Ha ha ha … iya bisa jadi”

Tidak lama, anak-anak selesai main (alhamdulillah mereka otomatis menyudahi sendiri permainan untuk bersiap sholat magrib).

Mahija, tergesa menghampiri saya lalu setengah berbisik berkata “Ini Abu ya, yang request lagunya?” katanya, nyengir iseng.

Saya ngakak.

“Ini kalian berdua so sweet banget!”

Langsung saya tarik keduanya mendekat, dan saya ceritakan apa yang Abu katakan tentang Mahija dan apa yang Mahija katakan tentang Abu. Kata-kata saling tuduh yang sama persis, terpisah bahkan kurang dari 15 menit. Lucu dan manis banget. Dan saya, merasa punya privilege untuk kesekian kalinya menjadi saksi tentang kedekatan ayah dan anak ini. Bahagia sekali rasanya… it was a tiny event, a brief moment but an enormous impact buat kami, sekaligus umpan balik yang super menyenangkan buat Abu. Saya yakin banget itu!

Ah, maafkan bila cerita saya ini tidak sampai atau susah dibayangkan. Hanya ingin berbagi cerita bahwa momen sekecil itu bisa manis sekali bila disimak, bahkan bisa bikin hati berbunga dan berujung syukur. Kita mungkin cenderung lebih terpukau atas hal yang terlihat “Wow” atau fancy, padahal yang kecil-kecil seperti inilah “Wow” yang sesungguhnya dan berseliweran di hidup kita.

Terima kasih wahai lelaki-lelakiku… kalian membuatku merasakan nyatanya lirik-lirik di salah satu lagu Fourtwnty. Iya, “Aku Tenang” yang sekaligus riang, seperti meloncat-loncat di atas trampolin juga!

 

 

Salam manis buat tiga anak remaja yang seru berloncatan, hingga pulangnya pegal-pegal 😀

Terus jadi anak-anak yang bahagia, yaaa…

 

 

PS:

Percaya enggak? Untuk menulis ini, sampai browsing dan nonton sebuah channel youtube seorang guru olah raga untuk melihat contoh langsung beda antara lompat dan loncat (dan saya masih ragu) wkwkwk… hidup kadang se-random itu.

You may also like