Menjelang Hari Buku Nasional 17 Mei 2021, saya mencoba mengunggah 17 buku berbahasa Indonesia, yang pernah saya baca. Dipilih secara acak, urutan unggahan juga tidak menunjukkan apa pun. Ini akan sangat menyenangkan, karena artinya saya akan kembali menelusuri rak buku saya . Belum tentu buku terlaris yang akan saya unggah. Belum tentu juga buku baru. Mungkin berbentuk ulasan, mungkin hanya tentang perasaan. Semata-mata ingin bercerita tentang sebuah buku. Coba kita lihat saja nanti jadinya bagaimana, yuk? Semoga bisa… 🙂
Unggahan #9 – Bukan Emak Biasa (non fiksi)
Penulis: Fitri Ariyanti Abidin
Penerbit: PT Kaba Media Internusa
(Cetakan Kedua 2016)
Saya bersyukur, inisiatif mengunggah 17 buku berbahasa Indonesia yang pernah saya baca, berbuah hikmah buat saya pribadi. Pertama, saya jadi beres-beres buku saya yang ada di rak gantung (di atas meja kerja) dan lama tak dijamah. Ah, nanti kalau sempat, di akhir program pribadi ini, saya ceritakan juga tentang rak buku saya yang menurut saya belum ideal baik bentuk maupun letaknya. Hikmah kedua, bertemu lagi dengan buku-buku yang hampir terlupakan yang rata-rata ada di baris kedua (belakang) rak dan tertutup buku-buku “populer” yang ada di depan dan terlihat.
Buku ini salah satu yang ada di baris kedua. Menyimpannya di baris kedua, tanpa maksud apa-apa tentu saja. Manajemen penyimpanan buku, saya buat tergantung pada aktivitas sehari-hari saja: buku-buku yang sering keluar masuk atau sering dibaca (seperti kamus dan buku-buku referensi atau bahan riset untuk penulisan yang sedang berjalan, juga buku-buku fiksi dan non fiksi yang belum kelar dibaca), ada di baris depan/ di daerah yang terjangkau.
Buku Bukan Emak Biasa ini pemberian dari seorang sahabat yang berprofesi sebagai dosen psikologi, beberapa tahun lalu. Penulis bukunya, adalah kolega dari sahabat saya tadi, dan sempat menandatangani buku ini untuk saya.
Saya hampir lupa isi detailnya tentang apa saja. Tetapi bisa diingatkan dan otomatis terbayang lagi dengan membaca judulnya, maupun komentar-komentar dari belasan orang di dalam buku maupun di belakang sampul buku. Tak kurang dari beberapa tokoh psikologi, Ustadzah Teh Ninih Muthmainah, hingga Pidi Baiq memberikan komentar-komentar positif atas buku ini.
Kemudian, saya jadi teringat juga pada tulisan Mbak Fitri yang mengalir dan enak dibaca. Istilah-istilah berbahasa Sunda nan akrab dan kocak juga menghiasi buku ini (tenang… ada keterangan istilah lengkap di halaman terakhir). Di buku ini, penulis yang berlatar pendidikan psikologi dan memiliki 4 orang anak, membagi pengalaman beserta ilmunya. Sehingga kita akan merasa terhubung dengan isu emak-emak sehari-hari, dari hal yang paling dasar sampai ke hal-hal umum seperti misalnya pengalaman penulis dengan film-film yang ditontonnya bersama keluarga (yang juga ditonton keluarga saya).
Ujung-ujungnya, di buku ini antara teori dan praktik, tidak terasa ada gap. Malah sebaliknya, terjembatani. Karena saya dan setiap orang tua lain pasti tahu, bahwa antara teori dan praktik, seringkali “enggak akur” kan? He he he…Tidak berlebihan bila saya katakan, buku ini semacam oase buat saya yang kering ilmu parenting dan seringkali merasa gagap dalam menjalankan peran sebagai ibu.
Dua paragraf terakhir di kata pengantar dari penulis, terasa manis dan menguatkan, sehingga buku ini layak disimak.
Sambil menulis tulisan ini, secara acak saya membuka halaman-halamannya, dan tentu saja isinya masih relate dengan kehidupan saya saat ini sebagai emak-emak .
Terima kasih Mbak Fitri dan Witri, tampaknya buku ini harus saya baca ulang dalam waktu dekat :D.