#4 – Vinyet

Menjelang Hari Buku Nasional 17 Mei 2021, saya mau mencoba mengunggah 17 buku berbahasa Indonesia, yang pernah saya baca. Ini akan sangat menyenangkan, karena artinya saya akan kembali menelusuri rak buku saya . Belum tentu buku terlaris yang akan saya unggah. Belum tentu juga buku baru. Mungkin berbentuk ulasan, mungkin hanya tentang perasaan. Semata-mata ingin bercerita tentang sebuah buku. Coba kita lihat saja nanti jadinya bagaimana, yuk? Semoga bisa… 🙂

 

Unggahan  #4 – Vinyet

(Kumpulan Cerita)

Penulis : Tatyana

Penerbit: Grasindo (2006)

 Vinyet, seperti buku Tatyana yang berjudul Single Mom’s Day Out, adalah juga “buku jimat” saya dalam belajar menulis dan membangun kepercayaan diri untuk membuat buku. Buku ini kecil, tipis dan unik. Dibukanya melebar. Ceritanya pendek-pendek namun tajam.

Fobia, halaman 40-41

Layout dan grafis di dalamnya simpel dan menarik. Buku ini semacam jawaban atas keraguan saya tentang seberapa tebal dan seberapa panjangkah sepatutnya tulisan seseorang layak untuk dijadikan buku?. Lalu bisakah desain yang “Ngepop” jadi kover buku? Sepertinya buku ini hadir untuk memberi contoh langsung sebagai jawaban bagi benak yang banyak tanya ini ;p

Dulu, saya sampai merasa bahwa buku semacam ini yang ingin saya produksi. Ringan, singkat, menarik pula secara visual dan tetap ditulis dengan baik. Sepertinya saya akan merasa puas, dan membayangkan bahwa proses pembuatannya akan berjalan dengan sangat menyenangkan.

Saya praktekkan ini pada buku pertama saya  (Pujangga Mumang, tahun 2010). Karena buku inilah, saya berani membuat ukuran berbeda di buku saya yang pertama, walau buku saya itu buku puisi (jadi teringat membawa terus Vinyet dan buku-buku mungil lainnya di pertemuan dengan desainer kover Pujangga Mumang, sebagai patokan).

Dari 25 cerita yag banyaknya sangat pendek di Vinyet ini, mana yang paling menarik ? Hmmm krik krik krik… hampir semua deh! Apa ? harus jawab? Ya sudah… hmm… cerita yang berjudul Martabak deh 😀

Martabak, halaman 1-3

Pak Warno mikir sendirian: Berapa harga martabak, berapa harga tiket bioskop, berapa bayar restoran, berapa tiket parkir, berapa bensin, dan berapa harga seorang anak gadis. *april2005

Bagi yang waktu muda pernah apel ke rumah pacar bawa sogokan martabak, lalu sekarang jadi bapak dari anak perempuan, will relate with this story :D. Jadi ingin tahu, apakah sekarang ini martabak masih  ada di “kasta tertinggi” sebagai sogokan buat calon mertua?

Ya, bagi saya, buku kecil ini semenyenangkan itu.

You may also like