Kisah Tuan Co Lokan

Dua titikmu hitam. Kecil pula. Tidak seperti dua mata bulat besar milik pacar, yang indah dan berbinar. Namun, dua titik itu bisa mengalahkan indahnya mata pacar-pacar manapun.  Bahkan, dua titikmu sanggup membuat mata para pacar lebih berbinar, saat melihatmu.

Seakan menemukan oase di padang pasir. Seperti mendapatkan oksigen untuk mengisi paru-paru yang sesak oleh gulungan kata yang tak tahan untuk keluar. Oksigen yang juga bisa berubah menjadi burung penyampai kabar (yang terkadang tak penting untuk diketahui).

Dua titikmu semacam separuh jiwa bagi sebuah benda kotak yang bisa menyalurkan pikiran penting-genting hingga serapah dan sampah kata, lewat tekanan-tekanan ibu jari. Sesak, megap-megap bila dua titikmu tak terlihat mata. Seakan dunia runtuh dan semua toko kehidupan tutup.

Iya, seakan begitu.

Kutebak, sifatmu sedikit kolokan. Ya! Ko-lo-kan. (Terdengar dekat dengan namamu kan?). Aku maklum bila kamu sedikit kolokan. Nyatanya, manusia sangat membutuhkanmu seakan keberadaanmu bisa menggantikan air dan udara.

Dear Tuan Co Lokan…

Sepenting jantungkah kamu? Setidakpenting dan seterlupakan itukah nama aslimu: ‘Soket Listrik’ di dunia sebelah sini?

 

***

 

Tunggu! Ya ampun! Aku harus mencarimu sekarang! Segera! Bateraiku sudah hampir habis. Bisa mati aku!

“Mas, ada colokan?”

“Soket? Eh, stop kontak?”

“Colokan!! Buat nyolokin charger!”

“Oh colokan, Bu? Ada di setiap meja kami”

(Si Mas-nya terlihat bangga berpromosi karena tempatnya memenuhi syarat sebagai pemenuh dahaga manusia digital)

“Oh ada? Terima kasih Mas! Terima kasih banyak”

(Si Aku merasa nyawa tertolong karena hampir terancam putus cerita, lalu berisiko  disalahpahami)

Begitu kabel dari gawaiku berhasil mencapai dua titikmu, serta merta jantung berdetak lebih santai, napas tak lagi tersengal, oksigen sampai lagi ke otak. Situasi darurat lewat.

Dengan ditemukannya dua titikmu, wahai Tuan Co Lokan, maka gawai tetap hidup damai.

 

***

 

Bagaimana kabar Si Soket Listrik?

Di dimensi lain yang paralel, ia tengah santai di pantai, duduk di bawah nyiur melambai, malah menyamar menjadi sebuah nama alias. Soket Listrik membiarkan salah satu dari sekian wajahnya diributkan orang. Dibiarkannya pula satu dari sekian wajahnya itu dijuluki orang sesuka hati. Karena baginya, walau tidak menjadi yang paling dikenal orang, nyatanya tidak mengecilkan kebermanfaatannya bagi orang-orang yang sama.

“Sama sajalah,” katanya.

Jiwa Si Soket Listrik lebih damai dari jiwa Tuan Co Lokan, juga lebih santai dari manusia dengan gawai.

Ah rupanya Kisah Tuan Co Lokan yang dielu-elukan, sesungguhnya hanya sekeping bagian dari cerita utuh Si Soket Listrik yang bersahaja.

(Sudah sebegitunya disimpulkan, Si Soket Listrik masih tetap tak ambil pusing tentang predikat kebersahajaannya. “Aku? bersahaja? Ah, sudahlah! bahkan mungkin aku juga bukan Si Soket Listrik. Mungkin aku sesungguhnya Stop Kontak yang lebih nasionalis. Nggak usah pusingkan namaku. Itu cuma luaranku. Siapapun namaku, yang penting gawaimu bisa tersambung, sehingga tetap hidup damai dan permai. Itu intinya kan?” katanya melengos, tetap dengan santainya. Gila!).

 

Ada Tuan Co Lokan yang sangat gaul, terkenal dan diinginkan massa, Stop Kontak yang nasionalis, Si Soket Listrik yang bersahaja, dan ada manusia-manusia yang nyawanya pindah ke gawai.

Jadi kisah tentang siapa ini sebenarnya?

 

(Agustus, 2018)

 

Dipublikasikan pertama kali di platform wattpad 20 Agustus 2018

You may also like