Kilas balik: 7 Maret 2016
“Bu, aku mau coba melukis di balon”
Ibunya yang baru tarik napas menjemputnya dari taman kanak-kanak, menggantikan baju dan belum sempat membuka satu pintu lagi, spontan bertanya (karena berharap dia duduk manis atau istirahat rebahan. Pulang sekolah nggak ingin istirahat, gitu?)
“Kenapa?”
“Ya nggak apa-apa. Mau coba aja. Kan belum pernah mencoba melukis di balon”
(Balonnya sudah dapat dari acara anak-anak sehari sebelumnya)
Ya sudah, hati yang lagi sabar hari itu, segera menyediakan alat-alatnya.
Dia melukis, pakai cat air dari Crayola, lalu menjemur, melihat hasilnya.
Beberapa hari kemudian sama-sama melihat bahwa saat balon mulai ciut, catnya juga menciut, menumpuk tanpa bentuk, namun terlihat seperti cat tiga dimensi.
Pokoknya, kalau si bocah sudah pakai kata kunci ‘mencoba’ atau ‘percobaan’, ibunya ini suka pikir dua kali untuk melarang.
Takut menghalangi eksplorasinya. .
Seperti satu kali dia pernah marah karena saya melarang dia memadamkan api lilin di meja sebuah restoran dengan memercikan air mineral. Dia bilang pada saya:
“Ah!… Ibu menggagalkan percobaan saya!”
Saya termangu beberapa detik. Jleb banget. Speechless (walau, ya… kata-katanya sedikit lebay)
Lalu, saya perbolehkan dengan catatan: airnya jangan sampai kena makanan yang ada di atas meja.
Malah, saya kasih opsi mematikannya dengan air yang dimampatkan di sedotan plastik.
.
Tapi ya tapiiii … itu kalau lagi sadar dan sabar. Kalau memang lagi malas, ibunya bakal bilang juga:
“Lain kali”, “Nantilah” atau kasih opsi kegiatan yang “selow”… karena #ibujugamanusia yang ingin ngaso dan bermalas-malasan 🤣
.
Ayo… melukis di balon