Dalam beberapa pembicaraan, suami mengungkapkan bahwa konsep kembali ke keluarga (Back to family atau family first) sedang marak dicanangkan, sering diangkat dalam kampanye politik, tak terkecuali di negara barat. Jadi seakan kita yang kental budaya ketimuran yang erat kaitannya dengan nilai keluarga, justru cenderung kebarat-baratan. Makanya, yang masih memegang erat nilai-nilai kekeluargaan, sebaiknya menjaga terus nilai-nilai kekeluargaan yang sudah ada (memprioritaskan keluarga).
Oke, katakanlah itu hanyalah omong kosong antara kami berdua beberapa tahun yang lalu dengan iringan imajiner soundtrack lagu Keluarga Cemara (Harta Berharga). Lagu itu seakan selalu bergaung di kepala. Sampai akhirnya, Keluarga Cemara dibuat versi layar lebarnya.
Yeaaay!… Si Ibu yang dulu waktu SD punya bukunya dan waktu remaja lanjut nonton serial TV-nya , sekarang bisa mengajak anak SD-nya menonton Keluarga Cemara juga. Sungguh bahagia bisa berbagi dengannya. Mengenalkannya pada Abah, Ema, Euis, Cemara dan Agil. Ceritanya memberikan gambaran padanya, bahwa ketika kita jatuh dan habis-habisan, yang tetap ada adalah?….. Keluarga.
Kami bertiga suka nonton bioskop. Biasanya, saya suka bertanya pada anak, pesan apa yang disampaikan film-film yang kami tonton. Maksudnya sih, biar tidak hanya sekadar menonton, namun bisa mengambil pelajaran dari film tersebut. Diskusi untuk interaksi juga. Ortu ikut mengemukakan pendapat tentang film tersebut dari sudut pandang masing-masing.
Nah, tapi tahukah satu kesamaan yang saya dapatkan dari film Keluarga Cemara, Avengers: Endgame, dan Game of Thrones?
What? Memangnya ketiga film itu ada kesamaannya? Rasanya jauh…
Ada kata saya, sih… jika melihat ke dalam, menyibak, dan menelisik lebih jauh.
Ah!!!
Senandung lagu itu terdengar lagi.
“Harta yang paling berharga… adalah keluarga…”
Iya gitu? Avengers: Endgame?
Bagaimana tidak… gini… di film Avengers: Endgame, kita lihat bagaimana Tony Stark sempat bimbang tentang misinya untuk kembali ke masa lalu. Ia khawatir kehidupannya berubah. Ia adalah salah satu yang beruntung bisa memiliki kehidupan lengkap di balik peristiwa hilangnya separuh manusia di bumi secara acak, akibat jentikan jari Thanos.
Terlihat ada pengorbanan, kehilangan, kecintaan tentang keluarga di sana. Bagaimana pula kalimat “I Love You 3000” begitu membekas hingga kini.
Ini adalah film Avengers yang paling sarat pesan kekeluargaan di dalamnya, menurut saya. Beyond superhero things. Atau, justru itulah superheroes sesungguhnya? Mengedepankan nilai-nilai keluarga? Untuk sesuatu yang lebih besar?
Aksi apa pun, tidak begitu berarti bila tidak tahu apa yang diperjuangkan. Thanos mungkin tak tahu apa yang harus ia pertahankan dan harus perjuangkan. Kenapa tidak Thanos saja yang hilang? Kenapa harus mengorbankan Gamora yang sudah dianggapnya anak? Yes, Thanos hanya memikirkan keseimbangan populasi berikut egonya, bukan nilai keluarga. Bukan kasih sayang.
Sebaliknya, kita menyaksikan keluarga Tony Stark, menyaksikan juga Avengers yang sudah seperti keluarga besar. Mereka tahu apa yang hendak diperjuangkan, bahkan rela berkorban untuk keluarga. Seperti Hawkeye yang ingin keluarganya kembali, Black Widow yang rela mengorbankan diri demi kembalinya keluarga Hawkeye. Captain America yang memilih untuk menjadi normal dan menua, demi bersama yang dicintainya.
Yes, keluarga selalu ada untuk kita. “Whatever It takes”… seperti digaungkan juga berkali-kali di trailer-nya.
Lalu, Game of Thrones?
Tahunan yang dilalui, cerita panjang berliku yang adiktif, dan seluruh eforia yang ada, ujung-ujungnya menggambarkan bahwa keluarga Ned Stark adalah keluarga yang punya karakter dan konsep yang lebih baik, tentu saja dengan kekurangannya masing-masing, yang untungnya tidak sesignifikan kekurangan keluarga lain. Iya enggak sih?
Di luar rada antiklimaksnya episode terakhir (eh, curcol juga! hahaha), tetap saja scene-nya, menggambarkan bagaimana setiap anak-anak Ned Stark yang masih hidup menjalani kehidupannya masing-masing, saat misi-misi besar berhasil mereka lewati. Ada kebenaran, kebaikan, harga diri, ketangguhan walau sesekali masing-masing dari mereka harus terlibat atau terjerumus dalam hal-hal di luar dugaan. Namun tetap, keberhasilan Ned Stark dan istrinya menanamkan karakter dan konsep keluarga yang kuat, terlihat di akhir cerita.
Tentunyaaa film yang khusus untuk usia dewasa ini tidak ada dalam diskusi kami dengan anak. Ini hanya review saya pribadi yang saya ungkapkan pada suami. Karena di rumah pun, hanya saya sendiri yang paling mengikuti. Suami saya capek nonton serial sepanjang itu bahkan enggan nonton episode terakhir sekali pun ha ha ha…
.
Mohon maaf kalau saya tidak terlalu baik, benar dan detail dalam me-review film. Saya hanya menikmati apa yang disajikan di layar, lalu sudut pandang dan platform saya sebagai istri, ibu yang suka menulis (dan membaca) menangkap semuanya berakhir sesederhana itu, sekaligus seberharga itu.
Jadi, saya semakin yakin tentang pernyataan suami dalam diskusi di atas tadi itu.
Back to family. Kembali pada keluarga atau pada siapa pun di sekeliling yang selalu ada untuk kita, whatever it takes.
(Tiba-tiba di detik ini terbayang pelukan hangat Jon snow – yang sebenarnya adalah Aegon Targaryen – dengan Arya Stark. Si Kakak angkat dan adiknya yang hubungannya sangat dekat…)
Saya menjadi semakin yakin pada platform yang sudah kami jalani dalam bekerja dan berkarya. Sekaligus, selalu berusaha mengoreksi diri yang jauh dari sempurna untuk setiap peran saya saat ini. Jauuuuh sekali dari sempurna, sungguh.
Terima kasih untuk penulis Keluarga Cemara, mendiang Arswendo Atmowiloto, sekaligus juga penulis lagu Harta Berharga yang jadi soundtracknya. Karyanya begitu dalam tertanam. Dari yang dinyanyikan oleh Novia Kolopaking sampai Bunga Citra Lestari. Hingga saat pertanyaan di bawah ini dilontarkan, semua akan tahu jawabannya. Pertanyaan yang sekaligus sebuah pernyataan dari zaman saya sebagai anak-anak dulu, sampai anak saya sekarang.
“Harta yang paling berharga, adalah…?”
Whatever it takes, I love You 3000
Juli 2019
**Tulisan ini sudah menggantung lama, sejak pulang menyaksikan film Avengers: Endgame (April 2019) dan menamatkan episode terakhir Game of Thrones (Mei 2019). Lalu pelan-pelan ditulis manual di sebuah kertas . Baru diketik di dalam laptop, tanggal 12 Juli 2019. Menyematkan di draft nama Mas Arswendo tanggal 17 Juli 2019, dua hari sebelum beliau berpulang. Mungkin kebetulan, mungkin juga pertanda bahwa beliau akan pergi. Namun yang pasti semesta menginginkan saya untuk menekan huruf-huruf dan menuliskan namanya.
Terima kasih banyak dan selamat jalan.